Oleh : Djulianto Susantio
Banyak naskah kuno asal Indonesia bermukim di mancanegara sejak ratusan tahun lalu. Namun, meskipun naskah-naskah tersebut bukan milik bangsanya, mereka sangat peduli terhadap kekayaan milik bangsa lain.
Di Inggris, naskah-naskah kita terinventarisasi secara teliti dalam sebuah katalogus susunan MC Ricklefs dan P Voorhoeve. Menurut katalogus tersebut, naskah kita sudah bermukim di Inggris sejak awal abad ke-17, bahkan mungkin sebelumnya. Naskah-naskah itu teridentifikasi ditulis dalam berbagai bahasa daerah, seperti Aceh, Bali, Batak, Bugis, Jawa (kuno), Kalimantan, Lampung, Madura, Makassar, Melayu, Minangkabau, Nias, Rejang, Sangir, Sasak, Sunda (kuno).
Seluruh naskah yang ada di sana berjumlah lebih dari 1.200. Semuanya tersimpan rapih pada 20-an perpustakaan dan museum di beberapa kota di Inggris. Koleksi terbanyak berada di British Library dan School of Oriental and African Studies. Di kedua tempat itulah, para arkeolog, sejarawan, dan filolog dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia, sering melakukan riset kepustakaan. Justru karena tersimpan rapih dan terawat baik, peranannya jauh lebih besar daripada Perpustakaan Nasional RI yang juga banyak mengoleksi naskah kuno.
Kehadiran Raffles di Indonesia pada abad ke-18 diperkirakan mempermudah pihak Inggris untuk mendapatkan surat-surat dari raja-raja di Indonesia. Surat-surat demikian menjadi koleksi unggulan sampai sekarang, misalnya surat dari Sultan Pontianak kepada Raffles yang dikirim dalam sampul terbuat dari kain sutra berwarna-warni. Ada pula surat dari Raja Bali kepada seorang Gubernur Belanda di Semarang.
Surat itu ditulis di atas lempengan emas. Dari segi fisik, koleksi-koleksi itu begitu menarik dan unik. Dari segi isi, surat-surat itu juga sarat informasi kesejarahan.
Sebagai negara penjajah, sudah barang tentu koleksi naskah Indonesia lebih banyak berada di Belanda. Berbeda dengan Inggris, naskah-naskah Indonesia di Belanda banyak yang tergolong adikarya.
Ini dapat dimaklumi karena Belanda jauh lebih lama menguasai negeri kita daripada Inggris. Yang amat terkenal adalah naskah Nagarakretagama. Naskah itu telah dikembalikan ke Indonesia pada 1970-an oleh Ratu Yuliana kepada Presiden Suharto.
Disalin ke Mikrofilm
Hingga kini naskah Indonesia diperkirakan masih banyak bermukim di 30-an negara. Sebagian besar dibawa pada masa penjajahan, antara lain sebagai barang sitaan, cendera mata dari pejabat lokal kepada pejabat asing, pembelian, perburuan, dan tukar-menukar. Sebagian lagi, selepas masa kemerdekaan, diperoleh dengan cara hibah, titipan, pinjaman, dan transaksi lewat balai lelang.
Kita sungguh beruntung karena pengetahuan mereka tentang cara-cara merawat naskah kuno sudah begitu tinggi. Karena terbuat dari bahan-bahan yang relatif mudah rapuh, mereka menanganinya dengan hati-hati sekali. Malah, mereka melakukannya dengan teknologi modern, seperti disalin ke dalam mikrofilm.
Di negeri sendiri perawatan seperti itu sebelumnya tidak pernah dilakukan karena ketiadaan SDM, teknologi, dan dana. Berkat bantuan luar negerilah, sejumlah naskah kuno pernah dibuatkan mikrofilm.
Pada 1989, Pemerintah Inggris menghadiahkan Sri Sultan Hamengku Buwono X berupa ratusan mikrofilm semua naskah Jawa yang disimpan di Inggris. Ini karena sebagian naskah Jawa itu berasal dari wilayah Yogyakarta.
Pada 1991 Perpustakaan Nasional yang mendapat hadiah. Kali ini berupa mikrofilm rekaman naskah yang tertulis dalam berbagai bahasa daerah. Naskah-naskah kuno mengandung manfaat dan kearifan yang besar buat generasi sekarang. Itu bisa disimak dari sejumlah naskah kuno koleksi Perpustakaan Nasional yang berasal dari berbagai daerah antara lain:
Naskah Riwayat Kota Pariaman (aksara Latin, bahasa Melayu, bahan kertas), naskah ini ditulis di kota Pariaman oleh Baginda Said Zakaria. Naskah ini terdiri atas sepuluh bab, berisi tentang keadilan Kota Pariaman, mata pencarian penduduk, upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara mendirikan rumah.
Selain itu ada uraian tentang keadaan dan bangunan masjid Batu Pasar Pariaman, riwayat hidup Syekh Muhammad Jamil al-Khalidi (seorang tokoh agama Islam di Pariaman) dan suasana pada saat bulan Ramadhan, termasuk 1 Syawal di Kota Pariaman.
Berbentuk Prosa dan Macapat
Naskah Asal Raja-raja Sambas (aksara Arab dan Latin, bahasa Melayu, bahan kertas), naskah ini berbentuk prosa tentang kisah sejarah Raja Sapudak yang memerintah di kota lama secara turun-temurun. Raja Fangah dari Brunei dikisahkan pindah ke Sambas. Dia berputra lima orang dan masing-masing menjadi raja.
Kronik Maluku (aksara Arab, bahasa Melayu, bahan kertas), juga berbentuk prosa. Diawali dengan cerita keajaiban raja-raja Turki, China, Belanda, dan negeri-negeri lain, baru kemudian berisi kronik kepulauan Maluku.
Babad Lombok (aksara Jawa, bahasa Jawa, bahan kertas), naskah ini berbentuk macapat dan berisi sejarah Lombok yang dimulai dengan cerita nabi-nabi, sampai kekalahan Lombok oleh kerajaan Karangasem.
Hikayat Aceh (aksara Arab, bahasa Arab dan Aceh, bahan kertas), naskah ini berbentuk prosa, berisi antara lain syair-syair pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad. Selain itu juga berisi doa-doa.
Sureq Baweng atau Surat Nuri (aksara Bugis, bahasa Bugis, bahan lontar), naskah ini berbentuk prosa, berisi perjalanan Sawerigading sewaktu mencari calon istri yang baik, dilengkapi cerita burung nuri yang mengandung nasihat, tata cara meminang seorang perempuan.
Naskah Carita Parahyangan (aksara Sunda Kuno, bahasa Sunda Kuno, bahan lontar), prosa terdiri atas 45 lempir dan tiap lempir terdiri atas empat baris tulisan. Cerita dimulai dari kisah Sang Resi Guru turun-temurun sampai raja-raja di Jawa Barat.
Sajarah Banten (aksara Arab, bahasa Jawa, bahan kertas) berbentuk macapat. Isinya tentang silsilah Nabi Muhammad serta keturunannya. Riwayat Sunan Gunung Jati yang menurunkan sultan-sultan Banten juga diceritakan.
Pustaha Laklak (aksara Batak, bahasa Batak, bahan kulit kayu) berbentuk prosa, terdiri atas 38 halaman. Berisi kisah Tuan Saribu Raja yang mempunyai banyak anak dan cucu. Diuraikan juga cara membuat benteng kekuatan diri, ramalan baik dan buruk, dan sesajen yang perlu dibuat setiap hari.
Naskah Japar Sidik (aksara Arab, bahasa Sunda, bahan kertas) berbentuk prosa. Isinya kata-kata mutiara berdasarkan ajaran agama Islam dan alam pikiran orang Sunda, seperti manfaat bermusyawarah, hari yang baik untuk berburu dan bepergian, perdagangan, keturunan, dan sifat-sifat terpuji.
Tergambar bahwa naskah memiliki beragam jenis bahasa, isi, dan bentuk. Betapapun perlu upaya untuk memahami naskah-naskah kuno itu agar segala informasi tentang masa lampau sampai kepada generasi masa kini dan masa mendatang.
Djulianto Susantio, adalah seorang arkeolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar